Kamis, 21 Mei 2020

Adithia Syahbana : Membentuk Gaya Penulisan Diri untuk Penulis


Adithia Syahbana : Membentuk Gaya Penulisan Diri untuk Penulis

Aku, Tuhan, Kamu
Oleh Adithia Syahbana

Aku melihat tuhan padamu
Namun kamu tak seperti tuhan.

"Bolehkah seperti itu?"

tuhan melihat aku padamu
Namun kamu tak seperti aku.

"Ini bohong?"

Kamu melihat aku pada Tuhan
Namun aku tak seperti Tuhan--

;Dalam mencintai.

[ 2019 ]

Lelaki berumur 22 tahun ini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UGJ dan dikenal sebagai penyair muda. Ia populer di kalangan  kampusnya. Kekhasan Adit adalah aktif menulis dan memiliki keunikan.
‘Adithia’ atau ‘Adit’ kerap menjadi nama panggilan kesehariannya. Adithia Syahbana dilahirkan 6 Desember di Cirebon, Jawa Barat. Kini ia bertempat tinggal di desa Karang Malang RT/RW  : 02/05, kecamatan Karang Sembung, kabupaten Cirebon,  Jawa Barat. Ia menyelesaikan jenjang pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Karang Malang tahun 2011. Kemudian melanjutkan jenjang sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Karang Sembung sampai tahun 2014 dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Lemahabang sampai tahun 2017. Ia melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan tinggi dan mengenyam pendidikan di Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon dengan jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Ia mulai menulis ketika kelas 2 SMA. Awalnya ia menulis cerpen dan novel tentang kehidupan, cinta, dan teman di akun media sosial yang ia miliki. Teman-temannya pun tertarik dengan hobinya tersebut hingga meminta dibuatkan kisah hidupnya. Namun, ia merasa tak sanggup menyelesaikan tulisan itu sampai menjadi buku. Pada saat memasuki jenjang perguruan tinggi, ia bertemu teman baru dan dosen yang mengarahkan hobinya pada puisi. Kemudian  ia mengikuti komunitas “Juang sastra Unswagati” dan “Senja Sastra” dan mulai saat itu ia menekuni hobinya sebagai penulis. Motivasi Adithia Syahbana menjadi seorang penulis awalnya hanya sebagai terapi diri dan menjadi diri sendiri dari kehidupannya yang gaduh dan resah. Selain itu, aktif dalam komunitas sastra adalah untuk menyehatkan pikirian dan perasaannya yang sebenarnya sehingga ia menyampaikannya melalui tulisan yang ia tulis.

Silih bertukar tanda tangan dengan 
Kang @acep_zamzamnoor pada anak masing-masing. 
Semoga kelak kuseperti beliau. Tabik. 
Jangan lupa tersenyam, berbahagia dan bersyukur 
dengan puisi./Foto dok. Instagram as.bana_

Pada saat menulis karyanya, ia sempat mengalami kesulitan dalam menulis dan sempat berhenti menulis. Lingkar Kompleksitas yang merupakan salah satu dari karyanya itu sempat menjadi bahan diskusi dengan salah satu lima penyair terbesar di Indonesia yakni Acep Zamzam Noor dan kemudian diberi pencerahan oleh beliau bahwa “Dunia  kepenyairan adalah dunia belajar yang tiada henti”. Setiap buku yang diliris oleh Adithia ini kerap kali membicarakan tentang seorang wanita yang menjadi inspirasinya dalam menulis dan menjadikan tulisannya sebagai curhatan isi hatinya. Kesulitan yang ia alami dalam menulis karya pertamanya adalah tidak adanya seorang wanita sebagai inspirasinya. Kesulitan kedua adalah dalam mempelajari hal-hal baru yang terlalu jauh dicapai. Hal terpenting yang dilakukan penulis adalah menentukan gaya penulisannya dengan cara khas. Dalam membangkitkan semangat menulis biasanya ia meluangkan waktu untuk dirinya sendiri, istilah saat ini kerap disebut ‘Me Time’. Karya-karyanya yang sudah diterbitkan adalah Terima Kasih Wanitaku (Ellunar Publisher, 2017), Lingkar Kompleksitas (Orbit Indonesia, 2019) dan Bentang Sayap Hari Putih (Asbanabook, 2019).
Tulisan-tulisannya telah banyak tersiar di berbagai koran dan media daring, seperti Takanta.id, Nusantara News, Kawaca.com, Penakota.id, majalah Simalaba, Riau Pos, Palembang Ekspress, Radar Cirebon, Kabar Cirebon. Pada tahun 2019 tulisan-tulisannya termuat dalam buku antologi puisi terbaik (nasional) Matinya Si Pemuda (OASE Pustaka, 2019). Kemudian tulisan-tulisannya juga terpilih dan diabadikan di Kantung Budaya @Leitstar_id serta dipamerkan dalam festival SHFT Jakarta tahun 2019, serta telah dialihwahanakan dalam bentuk drama berjudul Berpulang oleh HMJ Diksatrasia dan dalam bentuk lagu (Berpulang, Bahagia itu Luka, dan Malam Lengang Malam Pertanyaan) oleh Ade Arthur.

Menjadi penulis syair muda dijalani Adithia mulai tahun 2017. Seorang penulis muda satu ini selalu mempunyai gaya penulisannya sendiri mengenai wanita, Tuhan,  bahkan diriya sendiri banyak dikenal mahasiswa. Ia aktif dalam mengikuti kegiatan kampus. Tulisannya yang gaduh itu membuat Adithia Syahbana disegani oleh banyak orang.




.

7 komentar:

  1. Penceritaan menggunakan bahasa awaliah banget, jadi kesannya asik kayak lagi ngobrol

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih telah mengomentari hasil tulisan saya🙏

      Hapus
  2. Penyampainnya runtut dan mudah dipahami karena penggunaan bahasa dan kalimat yang digunakan tidak bertumpuk dan bertele-tele.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih telah mengomentari hasil tulisan saya🙏

      Hapus
  3. Bahasanya mudah dipahami dan tidak bertele-tele, isi dari teksnya pun sudah bagus dan sangat menarik bagi pembaca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih telah mengomentari hasil tulisan saya.

      Hapus
  4. Menurut saya untuk tulisan Awaliah sudah bagus. Gaya bahasa yang Awaliah pakai sesuai dengan sosok yang di tulis dalam teks feature ini. Tulisannya dapat membuat kagum dan termotivasi bagi yang membacanya.

    BalasHapus

Artikel Halaman Opini

                    Dunia Baru Pendidikan di Tengah Pandemi      Semasa pandemi ini banyak sekali perubahan yang terjadi di negeri ini, bahk...